Organisasi Bersifat Sosial Kemasyarakatan Pada Masa Jepang

Organisasi-Organisasi Sosial
Kemasyarakatan Pada Masa Penjajahan Jepang,- Selama masa kedudukan Jepang,
bangsa Indonesia dilarang membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi Jepang
sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud
dipersiapkan untuk membantu Jepang jika sewaktu-waktu menghadapi pasukan
sekutu. Organisasi-organisasi ini pada akhirnya berbalik melwan Jepang.

Organisasi yang Bersifat Sosial
Kemasyarakatan

a. Gerakan Tiga A

b. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

c. MIAI

d. Jawa Hokokai

Organisasi yang Bersifat Sosial
Kemasyarakatan

Organisasi-organisasi yang
dibentuk Jepang yang bersifat sosial kemasyarakatan yaitu gerakan Tiga A, Pusat
tenaga rakyat (Putera), MIAI, dan Jawa Hokokai.

a. Gerakan Tiga A

Gerakan Tiga A yang memiliki tiga
arti, yaitu Jepang Pelindunga Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya
Asia. Pada awal gerakan ini dikenakan kepada masyarakat Indonesia, terlihat
bahwa pemerintah Jepang berjanji bahwa saudara tua nya ini dapat mencium aroma
kemerdekaan. Pada awal gerakannya, pemerintah militer Jepang bersikap baik
terhadap bangsa Indonesia, tetapi akhirnya sikap baik itu berubah. Apa yang
ditetapkan pemerintah jepang sebenarnya bukan untuk mencapai kemakmuran dan
kemerdekaan Indonesia, melainkan demi kepentingan pemerintah Jepang yang pada
saat itu sedang menghadapi perang. Tetapi setelah pemerintah Jepang mengetahui
betapa besarnya pengharapan akan sebuah kemerdekaan, maka mulai dibuat
propaganda-propaganda yang terlihat seolah Jepang memihak kepentingan bangsa
Indonesia.

Dalam menjalankan aksinya, Jepang
berusaha untuk bekerja sama dengan para pemimpin bangsa (bersikap koorperatif).
Cara ini digunakan agar para pemimpin nasionalis dapat merekrut massa dengan
mudah dan pemerintah Jepang dapat mengawasi kinerja para pemimpin bangsa.
Tetapi gerakan ini tidak bertahan lama, hal ini dikarenakan kurang mendapat
simpati di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah
Jepang menawarkan kerja sama kepada tokoh-tokoh nasional Indonesia. Dengan
kerja sama ini, pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditahan dapat dibebaskan, di
antaranya Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sultan Syahrir, dan lain-lain.

b. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Pada tanggal 9 Maret 1943,
diumumkan lahirnya gerakan baru yang disebut Pusat Tenaga Rakyat (Putera).
Pimpinanya adalah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar
Dewantara, dan Mas Mansyur. Tujuan Putera menurut versi Ir. Soekarno adalah
untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh
imperialisme Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala
potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Oleh karena
itu, telah digariskan sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana
tercantum dalam peraturan dasarnya.

Di antaranya yang terpenting
adalah memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan
pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan
Asia Raya, memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta
mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. Di samping itu, Putera juga
mempunyai tugas di bidang sosial-ekonomi. Jadi, putera dibentuk untuk membujuk
kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektuan agar mengerahkan tenaga dan
pikiran guna membantu Jepang dalam rangka menyukseskan Perang Asia Timur Raya.
Organisasi Putera tersusun dari pemimpin pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin
pusat terdiri dari pejabat bagian usaha budaya dan Pejabat bagian propaganda.
Akan tetapi, organisasi Putera di daerah semakin hari semakin mundur. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal berikut.

Keadaan sosial masyarakat di
daerah ternyata masih terbelakang, termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga
kurang maju dan dinamis.

Keadaan ekonmi masyarakat  yang kurang mampu berakibat mereka tidak
dapat membiayai gerakan tersebut.

Dalam perkembangannya, Putera
lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan dan kepentingan bangsa Indonesia.
Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan Putera dan mementingkan pembentukan
organisasi baru, yaitu Jawa Hokokai.

c. MIAI

Golongan nasionalis Islam adalah
golongan yang sangat anti barat, hal ini sesuai dengan apa yang diinginkan
Jepang. Jeapng berpikir bahwa golongan ini adalah golongan yang mudah
dirangkul. Untuk itu, sampai dengan bulan Oktober 1943, Jepang masih
mentoleransi berdirinya MIAI. Pada pertemuan antara pemuka agama dan para
gunseikan yang diwakili oleh Mayor Jenderal Ohazaki di Jakarta, diadakanlah
acara tukar pikiran. Hasil acara ini dinyatakan bahwa MIAI adalah organisasi
resmi umat islam. Meskipun telah diterima sebagai organisasi yang resmi, tapi
MIAI harus tetap harus mengubah asas dan tujuannya. Begitu pula kegiatannya pun
dibatasi. Setelah pertemuan ini, MIAI hanya diberi tugas untuk menyelenggarakan
peringatan hari-hari besar Islam dan pembentukan Baitul Mal (Badan Amal).

Ketika MIAI menjelma menjadi
sebuah organisasi yang besar maka para tokohnya
mulai mendapat pengawasan, begitu pula tokoh MIAI yang ada di desa-desa.
Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa MIAI tidak menguntungkan Jepang, sehingga
pada bulan Oktober 1943 MIAI dibubarkan, lalu diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi) dan dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari, K.H. Mas
Mansyur, K.H Farid Ma’ruf, K.H Hasyim, Karto Sudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainul
Arifin sejak Novemer 1943.

d. Jawa Hokokai

Jepang mendirikan Jawa Hokokai
pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini diperintah langsung oleh kepala
pemerintah militer Jepang (Gunseikan). Later belakang dibentuknya Jawa Hokokai
adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada
bagi pihak Jepang. Oleh karena itu Jepang merancang pembentukan organisasi baru
yang mencakup semua golongan masayarakat, temasuk golongan Cina dan Arab yang
berada di Indonesia. Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara
Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada. Sebelum mendirikan Jawa Hokokai,
pemerintah pendudukan Jepang lebih dahulu meminta pendapat empat serangkai,
Alasan yang diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga
jepang perlu membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan
mempersatukan segala kekuatan rakyat.

Dasar organisasi ini adalah
pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan
diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuai dengan bakti.
Secara tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi remi pemerintah. Jika
pucuk pimpinan Putera diserahkan kepada golongan  nasionalis Indonesia, kepemipinan Jawa
Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan
daerah diserahkan kepada pejabat setempat muai dari Shucokan sampai Kuco.
Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya
sebagai berikut.

  • Melaksanakan  segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk
    menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
  • Memimpin rakyat untuk
    menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antara segenap
    bangsa.
  • Memperkukuh pembelaan tanah air.

 

Anggota Jawa Hokokai adalah
rakyat bangsa indonesia yang berusia minimal 14 tahun, bangsa jepang yang
menjadi pegawai negeri, dan orang-orang dari berbagai kelompok profesi. Jawa
Hokokai merupakan pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan padi. Pada
tahun 1945, semua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh
Jawa Hokokai sehingga organisasi ini harus melaksanakan tugas dengan nyata dan
menjadi alat bagi kepentingan Jepang.

Jawa Hokokai merupakan organisasi
sentral yang anggota-anggotanya terdiri atas bermacam-macam hokokai sesuai
dengan bidang profesinya. Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai
(Kebaktian para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah  Izi Hokokai (Kebaktian para Dokter). Selain
itu, Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang terdiri dari
Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei
Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit PETA dan Heiho), serta Hokokai
Perusahaan.